Thursday, March 20, 2008

Opini dan Analisa; OBAMA & USA 2009 ?

Opini dan Analisa

OBAMA & USA 2009 ?

Barack Obama adalah calon kuat presiden AS dalam pemilu presiden 2009 dari partai Demokrat. Ia adalah salah satu simbol perubahan perpolitikan AS pada khususnya dan dunia secara global. Perubahan itu bisa kita lihat dari setiap statement yang ia jual disetiap kampanye dihadapan ribuan pendukungnya. Kebijakan politik AS selama ini merupakan refleksi dari sebuah Ideology Oppressive Imperialistic yang selalu menekankan kekuatan militer sebagai determinant terhadap keamanan Negara serta kepentingan-kepentingannya. Situasi percaturan politik dunia menurut AS, adalah sebuah konsekwensi dari setiap kompetisi tanpa henti dan endurable clash of interests dimana setiap individu adalah musuh bagi individu yang lain.

Apa yang Obama coba tawarkan kepada warga AS dan dunia adalah sebuah Persuasive Diplomacy yang menekankan pada kerja sama dan mutual co-existence antar Negara, multikulturisme, pemanfaatan energy alternative, menghentikan pendudukan tentara AS di Iraq, pelarangan pemanfaatan energi nuklir serta pengembangannya dan lain-lain. Platform ini merupakan implementasi dari Ideologi Liberalist yang dianut Partai Demokrat. Ideology ini menekankan kerjasama antar negara, kebebasan individu, hak-hak warga Negara baik yang positif maupun negative, pembebasan politik dari nilai-nilai agama yang dogmatis, progessivitas ethics/ penisbian nilai-nilai dari setiap tradisi, penghapusan dominasi sebuah kelompok atas kelompok yang lain, kebijakan preventive terhadap segala kemungkinan timbulnya revolusi di masyarakat (mixed economy) dan lain sebagainya. Itu semua parallel dengan isu-isu yang diusung oleh para tokoh Socialist liberalism dan Socialist Progressivism. Tiga ideology ini nampaknya telah menjadi landasan berpikir dan pengambilan kebijakan seluruh presiden AS dari partai Demokrat.

Obama mengkritik kegagalan administrasi president Bush dalam pengiriman tentara AS ke Iraq. Kebijakan tersebut, menurutnya adalah naïf dan kesalahan konyol karena AS harus menghadapi masalah persiapan yang sulit, masalah pendudukan yang kompleks serta biaya dan konsekwensi yang tidak terbayangkan. AS terlanjur terlibat dalam sebuah perang sipil Negara lain yang telah merenggut korban kurang lebih 3.200 personel mati. Pengembangan teknologi nuklir oleh sebuah otoritas teokrasi menurut AS, meskipun untuk tujuan sipil, berpotensi menghancurkan perdamaian dunia. Namun, usaha untuk menyalahkan Iraq atas tuduhan kepemilikan senjata nuklir tersebut hingga saat ini belum terbukti. Akibatnya, AS harus kehilangan sejumlah besar dukungan rakyatnya dan malahan mendapatkan image yang jelek dari Negara-negara lain, khusunya Negara-negara Islam. Situasi dalam dan luar negeri yang kurang preferrable tersebut menjadi semakin kompleks apabila kita menunjuk dampak yang timbul kemudian, yaitu munculnya embrio-embrio terrorisme. Maka semua orang akan mengatakan hal yang sama, bahwa AS telah menciptakan musuhnya sendiri.

Dalam hal ini, Obama menyatakan kebijakannya tentang troops redeployment, yaitu penarikan mundur tentara AS dari Iraq secara bertahap selama 16 bulan. Masa depan Iraq menurutnya adalah hak dan tanggung jawab penuh bagi tiga kelompok besar di Iraq yaitu Sunni, Shiiet dan Kurds. Proses ini dimaksudkan sebagai sebuah usaha keluar yang bertanggung jawab (responsible exit) dari Iraq.

Tentang Iran, Obama memilih Aggressive Personal Diplomacy yang mengagendakan pertemuan dengan Ahmedinnajad (dan pemimpin-pemimpin Negara lain) dalam sebuah meja diplomasi yang diselenggarakan dalam sebuah framework of Mutual Understanding yang bersahabat dengan tanpa syarat. Obama nampaknya mencoba untuk tidak mengadakan pergantian kepemimpinan di Iran.

Dari sedikit ulasan diatas, nampaknya perubahan kebijakan politik dalam dan luar negeri AS akan mengalami perubahan yang sangat significant. Perhatian terhadap permasalahan humanitarian dalam negeri AS, akan mendapatkan prioritas paling tinggi dan kerja sama luar negeri akan terformat dalam sebuah agenda Beneficial Cooperation bukan occupation-based gains. Dunia islampun nampaknya cenderung menyambut baik perubahan sikap ini. Intervensi AS terhadap urusan dalam negeri Negara-negara Islam, seperti Iraq, Iran dan Afghanistan akan berkurang atau bahkan lenyap sama sekali.

Namun, itu adalah sebuah ketergesa-gesaan apabila kita menjadikan paragraph terakhir diatas sebagai conclusi dari tulisan ini. Saya ingin memaparkan sedikit analisa yang mungkin akan membuat kesimpulan kita sedikit berbeda.

Perang terhadap terrorisme nampaknya akan selalu menjadi top agenda bagi pemerintahan Obama. Proses penarikan pasukan dari Iraq tidak berarti meninggalkan wilayah itu tanpa menempatkan sejumlah personel militer untuk tetap mengakomodir dan menjaga beberapa kepentingan-kepentingan AS di dalamnya. Penempatan personel tersebut ditujukan untuk melatih personel militer Iraq, tentunya setelah diadakan rekonsiliasi politik antar kelompok-kelompok dominan, dan counterterrorisme yang berbasis di luar wilayah Iraq dengan tanpa melakukan aktivitas-aktivitas yang mungkin dianggap merupakan sinyal peperangan terhadap Iran.
Menempatkan sejumlah personel militer, meskipun dalam jumlah yang relative terbatas, membuktikan keengganan AS untuk meninggalkan Iran. Terlepas dari alasan-alasan kuno diatas, usaha penempatan personel tersebut bertujuan untuk mengamankan kepentingan eksploitasi minyak dan melakukan tindakan serta propaganda untuk mengendalikan wilayah tersebut tetap dalam kondisi yang tidak aman. Mengurangi jumlah tentara di Iraq secara gradual hanyalah sebuah skenario untuk mengalihkan focus dan target militer AS kedepan, yaitu untuk memerangi gerakan terrorisme yang berbasis di Afghanistan dan Iran. Hal ini diimbuhi dengan sebuah tuduhan tanpa bukti yang menyatakan keterlibatan Iran terhadap ketidakstabilan situasi sosial dan perpolitikan di Iraq dengan mempersenjatai Shiite.
Ternyata War against Terrorisme sekali lagi diekspoitasi oleh AS untuk menjadikan Iran sebagai target imperialis-nya. Padahal skenario ini sengaja dibuat sebagai kilah atas kesalahan dan kegagalan strategi AS di Iraq tersebut.

Hal lain yang perlu diungkap adalah bahwa Obama telah mendiskreditkan Islam sebagai sebuah komunitas besar (dengan jumlah pengikut kurang lebih 1,3 milyar) yang memiliki sumber-sumber terrorisme meskipun hanya sebuah entitas yang teramat kecil. Untuk itu, Obama akan menganggarkan 2 Milyar Dollar guna memerangi pengaruh sekolah Islam atau Madrasah yang telah menanamkan kebencian pada setiap pemuda terhadap AS. Islam, menurut Obama adalah sumber terrorisme yang nyata dan harus segera dimusnahkan. Obama menyatakan, AS akan melakukan setiap tindakan unilateral-nya untuk memberantas entitas terrorisme tersebut. Terkait masalah ini, AS akan segera mengirimkan kekuatan militernya untuk memerangi basi-basis terrorisme di Pakistan, apabila Presiden Musharraf tidak bersedia untuk mengambil tindakan tersebut.

Sekali lagi tentang Iran, kecurigaan AS terhadap program pengayakan Uranium di Iran sepertinya tidak akan pernah hilang. Kekuatan nuklir Iran berpotensi menimbulkan sense of insecurity di Timur Tengah. Iran adalah ancaman bagi keamanan dan stabilitas Timur Tengah. Sehingga dengan demikian Mesir, Turky atau Saudi Arabia dan Negara-negara lain harus mengcounter kekhawatiran tersebut dengan mengadopsi konsep Balance of Power. Konsep ini mendasari kebijakan untuk mengimbangi kekuatan nuklir musuh dengan mengembangkan kekuatan yang sama. Sehingga musuh akan berpikir seribu kali untuk menyerang lawan yang memiliki kekuatan seimbang dengan kekuatannya sendiri. Lebih mengkhawatirkan lagi, tambah AS, Iran memiliki jaringan yang luas untuk menyebarkan teknologi nuklirnya kepada jaringan-jaringan terrorisme transnegara. Kecurigaan ini paling tidak telah melatarbelakangi sikap AS untuk turun tangan dan mencampuri urusan Nuklir Iran.

Apa yang Obama ingin tawarkan kepada dunia terhadap Iran berupa Strategy of Aggressive Personal Approach dan kerja sama yang menguntungkan ternyata adalah konsep kerja sama yang lagi-lagi menunjukkan sikap arogan dan imperialist AS. Kampanye retorik Obama tentang perubahan kebijakan AS terhadap Iran nampaknya tidak akan membawa perubahan yang berarti terhadap masa depan Iran. Strategi stick and carrot memang tidak ada sangkut pautnya dengan penggunaan kekuataan militer untuk memperoleh suatu tujuan, sebaliknya strategi tersebut merupakan landasan terhadap pengaplikasian sanksi ekonomi terhadap sebuah Negara. Artinya, Iran menurut AS adalah Negara yang bandel dan sulit diatur. Oleh karenanya, Iran layak mendapatkan punishment. Ketika sanksi kasar yang berarti operasi militer tidak mendapatkan cukup dukungan dan relevansinya disangsikan, maka sanksi halus yaitu saksi ekonomi baik itu berupa embargo, kartel dan monopoli perdagangan menjadi pilihan AS untuk memberikan punishment-nya tersebut terhadap Iran.

Satu hal yang nampaknya relevan untuk kita bahas. Yaitu relevansi Aggressive Personal Approach tanpa syarat yang akan diaplikasikan oleh Obama terhadap rezim Ahmedinnajad, terhadap kepemimpinan Mahmoud Abbas dalam rangka perdamaian Palestina-Israel. Obama bersikeras bahwa perdamaian Timur Tengah tidak akan pernah tercapai sehingga Palestina mengakui eksistensi Israel sebagai Negara berdaulat dan menghentikan aktivitas-aktivitas terror-nya terhadap Israel. Ia menambahkan bahwa AS tidak akan pernah mengakui kemenangan HAMAS dalam setiap pemilu kecuali apabila kelompok tersebut menghapus program fundamentalnya untuk mengeliminasi Israel dari dunia. Lebih lajut Obama menegaskan konsistensi AS untuk terus bekerjasama dan melindungi Israel apabila Negara tersebut mendapatkan ancaman dari HAMAS. Kesimpulan implisit disini berusaha menunjukkan dominasi yahudi yang semakin kuat atas pemerintahan AS. Hegemoni Yahudi dalam pengambilan kebijakan dan keputusan dalam pemerintahan AS menginginkan konflik berkepanjangan di Palestina dan pada akhirnya memberikan ruangan bagi Israel untuk berdiri menjadi sebuah Negara yang merdeka.

Political Action committees (PACs) merupakan badan politik buatan Israel yang memiliki akses langsung maupun tidak langsung terhadap kekuatan dan propaganda AS. Richard Cohen dari Washington Post mengungkapkan fakta yang menunjukkan bahwa PACs merupakan penyumbang terbesar baik untuk partai Republik maupun Demokrat. Angka yang ditunjukkan berkisar 70 persen untuk partai Demokrat dan 35 untuk partai Republik. Fakta lain juga menunjukkan bahwa 20-30 persen milyarder AS adalah orang Yahudi. Bukan tidak mungkin bila kekuatan dana monetary yang besar mampu mengendalikan Negara besar seperti AS.

Hal ini berimplikasi bahwa siapapun presiden AS dan dari partai mana, tidak akan merubah sikap AS terhadap perdamaian di Timur Tengah. Karena konflik Timur Tengah merupakan agenda utama AS dan Israel, dan karenanya instabilitas serta konflik internal harus tetap dimunculkan dalam setiap pemerintahan di Palestina. Nampaknya pemerintahan AS pasca pemilu 2009, akan membawa sedikit perubahan yang kondusif terhadap pengembangan kerja-sama terkait masalah-masalah humanitarian, energi alternative, environtmental protection dan lain-lain. Namun tidak demikian dengan kebijakan luar negerinya terhadap Negara-negara Islam. Issu terrorisme, konflik berkepanjangan di Negara-negara Muslim terutama Israel-Palestina dan program nuklir Iran akan tetap menjadi top priority. Ironisnya agenda tersebut hanyalah refleksi kekuatan dan pengaruh lobby Israel yang tetap mendapatkan ruang dalam pemerintahan AS.



Referensi:

The New York Times, "A Candidate, His Minister and the Search for Faith" By Jodi Kantor, Published: April 30, 2007
Salon.com, "A new face for American diplomacy" By Hooman Majd Feb. 21, 2008.
The New York Times, "Obama Envisions New Iran Approach" By MICHAEL R. GORDON and JEFF ZELENY, Published: November 2, 2007.
The New York Times, "Obama Calls for Military Shift in U.S. Focus on Terrorism" By JEFF ZELENY, Published: August 2, 2007.
Jawa Pos dotcom, "Fakta Diplomasi Munafik Yahudi-AS", Resensi Buku : "The Power of Israel in USA", Penulis : James Petras, Moh Yasin, pustakawan, tinggal di Ciputat, alumnus Filsafat UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Minggu, 24 Feb 2008,
Wikipedia Encyclopedia
Internazionale, "Lobi Israel" oleh Azyumardi Azra, Friday, February 1, 2008

No comments: